Senin, 20 April 2009

GOVERMENT ARTICLE

REFORMASI BIROKRASI
Oleh : Agus P. Pasaribu, SH.



Dewasa ini konteks negara modern semakin mengemuka dan gencar disuarakan oleh para ahli politik maupun ketatanegaraan, baik itu melalui media massa, cetak maupun elektronik. Konsep pembenahan birokrasi di era reformasi sekarang ini diharapkan dapat meningkatkan peranan negara dalam ruang lingkup berbangsa dan bernegara. Dikatakan pembenahan birokrasi yang bersifat internal apabila reformasi-nya menyangkut efisiensi bagian-bagian ke dalam instansi pemerintahan. Sedangkan birokrasi eksternal menyangkut aspek-aspek hubungan timbal balik antara lembaga negara dengan masyarakatnya.
Seperti kita ketahui, bahwa selama ini fungsi birokrasi di Indonesia tidak efektif dalam praktek penyelenggaraanya. Hal ini tidak luput dari pengaruh regulasi instansi-instasi pemerintahan yang tidak tepat sehingga menciptakan birokrasi-birokrasi yang tidak relevan dan bahkan terkesan mubajir jika ditinjau dari sudut pandang kemanfaatannya.
Salah satu indikasi adanya usaha pembenahan birokrasi sejak era reformasi adalah pada masa pemerintahan Abdurahman Wahid (baca Gus Dur). Pada masa itu, pemerintahan gus dur membubarkan Kementrian Penerangan. Langkah tersebut patut kita acungkan jempol mengingat kementerian yang bersangkutan pada dasarnya tidak mempunyai peranan dan fungsi yang cukup signifikan.
Bercermin dari sudut pandang efektifitas dalam hubungannya dengan reformasi birokrasi pemerintah, penulis akan menguraikan dalam artikel ini beberapa aspek yang penting untuk dijadikan ukuran perlu atau tidaknya suatu instasi dibuat.


Efektifitas Birokrasi Vs. “Kebutuhan”
Sudah merupakan ajaran umum dalam ilmu adminsitrasi bahwa birokrasi pemerintahan dimaksudkan sebagai suatu sarana (alat) dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu (pelayanan public). Artinya, birokrasi diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang optimal dalam rangka menjalankan roda pemerintahan dalam suatu masa tertentu. Misalnya, negara agraris membutuhkan suatu birokrasi pemerintahanan di bidang pertanian. Dengan demikian maka diciptakan departemen atau kementerian terkait. Dalam hal ini birokrasi berfungsi untuk menghasilkan dan atau membuat kebijakan-kebijakan dibidang pertanian. Adapun kebijakan-kebijakan tersebut dimaksudkan dapat memberikan kemanfaatan terhadap masyarakatnya.
Berdasarkan fungsi tersebut, maka kebutuhan akan suatu instansi tertentu yang membidangi aspek-aspek kehidupan masyarakat adalah tujuan utama yang didasarkan pada efektifitas kemanfaatanya. Dengan demikian tidak dapat disangkal bahwa kebutuhan suatu negara terhadap suatu instansi hanya tergantung pada seberapa efisien instansi tersebut diperlukan.
Berdasarkan fungsi kemanfaatan dalam bentuk efisiensi birokrasi pemerintahan tersebut, di Indonesia justru masih menganut paradigma lama, dimana instansi-instansi yang ada justru hanya menjadi birokrasi yang tidak berfungsi. Bahkan, instansi yang ada tidak mempunyai peranan terhadap kepentingan langusng masyarakat banyak. Melainkan justru ditinjau dari sudut pandang ekonomis, birokrasi dan instansi yang ada hanya merupakan pemborosan belaka karena bagaimanapun anggaran belanja negara terkuras habis setiap tahunnya.
Misalnya saja untuk wilayah Jakarta, terdapat Dinas Pertambangan, Dinas Pertanian, dan lain-lain yang dalam prakteknya ditinjau dari kondisi kebutuhan daerah tentu saja dinas-dinas tersebut tidak dibutuhkan di wilayah Jakarta. Contoh lain, di negara kita dikenal pula Menteri Peranan Wanita yang sekali lagi secara logis justru tidak mempunyai peranan apapun. Padahal dengan adanya kementerian yang demikian berapa banyak anggaran belanja yang harus dikeluarkan oleh negara untuk membiayai para pegawainya ???. Belum lagi, kementerian tersebut jika dikaji secara mendalam tidaklah berpengaruh apa-apa selama ini terhadap tingkat kemajuan wanita itu sendiri.


Meng-Optimalkan Birokrasi
Faktor-faktor yang melahirkan birokrasi yang tidak efektif bermacam-macam. Sebut saja factor sumber daya manusia, factor KKN, factor kelebihan tenaga kerjanya (pegawai) yang mana semua factor tersebut tetap berorientasi pada tidak tercapainya tujuan utama birokrasi yakni meningkatkan pelayanan public. Sehingga, bagaimana pun selain rugi dari sisi anggaran negara secara financial, juga telah merugikan kepentingan masyarakat secara luas.
Pemerintah secara substansial sudah urgen untuk melakukan pembenahan melalui melalui mekanisme efisiensi, apakah itu pengurangan pegawai maupun melaksanakan upaya pengawasan secara ketat dan pemberian sanksi tegas terhadap instansi maupun oknum terkait yang melakukan pelanggaran tugas-tugas maupun tanggung jawabnya.
Efektifitas suatu instansi (lembaga) harus dilihat dari seberapa mampu instansi tersebut benar-benar menjangkau tugas dan tanggung jawabnya, khususnya seberapa besar manfaatnya dirasakan oleh masyarakat luas.


Penutup
Pelaksanaan Refomasi birokrasi harus didasarkan pada strategi fungsi dan kemanfaatan suatu lembaga pemerintah dalam relevansinya dengan tingkat kebutuhan masyarakatnya. Dengan demikian maka reformasi birokrasi baru akan dapat berjalan dengan baik. Reformasi birokrasi hendaknya menjadi sebuah perenungan demi terciptanya negara yang masyarakatnya benar-benar dapat merasakan arti dan fungsi kelembagaan negara tersebut.



Maret 2007,
Penulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar