RELEVANSI PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA
By. Agus Pranki Pasaribu, S.H.
I. Pendahuluan
Salah satu isu mutakhir yang berkembang dewasa ini, adalah penerapan prinsip good corporate governance dalam rangka meningkatkan perekonomian negara (pembangunan). Adalah fakta, bahwa krisis moneter yang melanda Indonesia pada pertegahan Juni 1997 merupakan salah satu manifestasi dari lemahnya sistem pengawasan terhadap perusahaan, baik yang berskala nasional maupun internasional. Entah itu, yang bergerak dibidang finansial dan atau non finansial (non finance). Namun setidaknya, faktor lemahnya pengawasan merupakan salah satu pemicu utama yang dipandang para ahli cukup esensial melahirkan resiko manajemen invetasi (risk management investment).
Rentanya perusahan-perusahaan di Indonesia terhadap gejolak perekonomian, pada prinsipnya apabila ditinjau dari aspek manajemen dan hukum adalah dikarenakan lemahnya penerapan empat prinsip yang terkandung dalam good corporate governance, yang meliputi : keadilan (fairness), keterbukaan (transparancy), akuntabilitas (accountability), dan tanggungjawab (responsibility). Keempat prinsip tersebut lajimnya harus secara sinergi bekerja untuk terciptanya pengelolaan perusahaan yang baik, tepat dan optimal. Lemahnya penerapan yang demikian tentu saja berdampak pada pembangunan ekonomi yang terhambat dalam suatu negara. Good corporate governance dalam kedudukannya sebagai salah satu aspek penting pembangunan sistem ekonomi, setidaknya harus di mulai dari penerapan yang seimbang. Disatu sisi, ditingkat pengusaha berorientasi pada profit perusahaan. Disisi lain, target pemerintah dalam mencapai pembangunan ekonomi yang direncakankan. Dalam keadaan seperti ini, pemerintah dan perusahaan-perusahaan mempunyai peranan yang cukup penting untuk terciptanya sistem perekonomian yang kuat dan dinamis. Dalam pencapaiannya, dibutuhkan internalisasi pengawasan terhadap perusahaan, baik dalam bentuk penilaian tingkat kelayakan operasionalisasi perusahaan maupun prospek kemanfaatannya terhadap perekonomian negara.
Salah satu prinsip yang mencolok dalam good corporate governance sebagaimana telah disinggung sebelumnya adalah prinsip keterbukaan (trasparancy) yang mengharuskan pengelola perusahaan berkewajiban memberikan informasi yang akurat dan berdasarkan kebenaran berkaitan dengan perusahaan, yang menyangkut : keuangan (finance), kepemimpinan (leadership), kinerja, sumber permodalan (capital), dan lain sebagainya. Prinsip keterbukaan (disclosure) ini penting untuk mencegah lahirnya perusahaan-perusahaan yang tidak sehat sehubungan dengan investasi (permodalan) dan kemanfaatannya terhadap pertumbuhan ekonomi, sekaligus penginkatan daya lapangan kerja.
II. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang penulis kemukakan diatas, maka diajukan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini, sebagai berikut :
A. Apakah prinsip-prinsip Good corporate governance itu ?
B. Apakah manfaat dan implementasi prinsip keterbukaan, akuntabilitas,
By. Agus Pranki Pasaribu, S.H.
I. Pendahuluan
Salah satu isu mutakhir yang berkembang dewasa ini, adalah penerapan prinsip good corporate governance dalam rangka meningkatkan perekonomian negara (pembangunan). Adalah fakta, bahwa krisis moneter yang melanda Indonesia pada pertegahan Juni 1997 merupakan salah satu manifestasi dari lemahnya sistem pengawasan terhadap perusahaan, baik yang berskala nasional maupun internasional. Entah itu, yang bergerak dibidang finansial dan atau non finansial (non finance). Namun setidaknya, faktor lemahnya pengawasan merupakan salah satu pemicu utama yang dipandang para ahli cukup esensial melahirkan resiko manajemen invetasi (risk management investment).
Rentanya perusahan-perusahaan di Indonesia terhadap gejolak perekonomian, pada prinsipnya apabila ditinjau dari aspek manajemen dan hukum adalah dikarenakan lemahnya penerapan empat prinsip yang terkandung dalam good corporate governance, yang meliputi : keadilan (fairness), keterbukaan (transparancy), akuntabilitas (accountability), dan tanggungjawab (responsibility). Keempat prinsip tersebut lajimnya harus secara sinergi bekerja untuk terciptanya pengelolaan perusahaan yang baik, tepat dan optimal. Lemahnya penerapan yang demikian tentu saja berdampak pada pembangunan ekonomi yang terhambat dalam suatu negara. Good corporate governance dalam kedudukannya sebagai salah satu aspek penting pembangunan sistem ekonomi, setidaknya harus di mulai dari penerapan yang seimbang. Disatu sisi, ditingkat pengusaha berorientasi pada profit perusahaan. Disisi lain, target pemerintah dalam mencapai pembangunan ekonomi yang direncakankan. Dalam keadaan seperti ini, pemerintah dan perusahaan-perusahaan mempunyai peranan yang cukup penting untuk terciptanya sistem perekonomian yang kuat dan dinamis. Dalam pencapaiannya, dibutuhkan internalisasi pengawasan terhadap perusahaan, baik dalam bentuk penilaian tingkat kelayakan operasionalisasi perusahaan maupun prospek kemanfaatannya terhadap perekonomian negara.
Salah satu prinsip yang mencolok dalam good corporate governance sebagaimana telah disinggung sebelumnya adalah prinsip keterbukaan (trasparancy) yang mengharuskan pengelola perusahaan berkewajiban memberikan informasi yang akurat dan berdasarkan kebenaran berkaitan dengan perusahaan, yang menyangkut : keuangan (finance), kepemimpinan (leadership), kinerja, sumber permodalan (capital), dan lain sebagainya. Prinsip keterbukaan (disclosure) ini penting untuk mencegah lahirnya perusahaan-perusahaan yang tidak sehat sehubungan dengan investasi (permodalan) dan kemanfaatannya terhadap pertumbuhan ekonomi, sekaligus penginkatan daya lapangan kerja.
II. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang penulis kemukakan diatas, maka diajukan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini, sebagai berikut :
A. Apakah prinsip-prinsip Good corporate governance itu ?
B. Apakah manfaat dan implementasi prinsip keterbukaan, akuntabilitas,
tangungjawab, dan keadilan ?
C. Bagaimanakah penerapan prinsip good corporate governance dalam hubungannya terhadap pembangunan ekonomi ?
III. Prinsip Good Corportate Governance, Antara Kebutuhan dan Implementasinya Di Perusahaan-Perusahaan.
A. Apakah prinsip-prinsip Good Corporate Governance itu ?
Pemahaman terhadap prinsip-prinsip good corporate governance sebagai kebutuhan di era modern ini, sebenarnya merupakan esensi yang sangat mendasar sekali. Namun, seringkali penerapannya dalam praktek kurang memperhatikan dasar pemberlakuan yang berorientasi pada prinsip-prinsip yang semestinya. Hal ini justru akan berdampak pada terhambatnya nilai investasi yang berujung pada perekonomian yang tidak meningkat secara signifikan, melainkan mandek (dalam arti : terhambat) dan akan menimbulkan masalah sosial baru. Dalam penerapan good corporate governance perlu dipahami pengertian mendasar atas prinsip-prinsip
C. Bagaimanakah penerapan prinsip good corporate governance dalam hubungannya terhadap pembangunan ekonomi ?
III. Prinsip Good Corportate Governance, Antara Kebutuhan dan Implementasinya Di Perusahaan-Perusahaan.
A. Apakah prinsip-prinsip Good Corporate Governance itu ?
Pemahaman terhadap prinsip-prinsip good corporate governance sebagai kebutuhan di era modern ini, sebenarnya merupakan esensi yang sangat mendasar sekali. Namun, seringkali penerapannya dalam praktek kurang memperhatikan dasar pemberlakuan yang berorientasi pada prinsip-prinsip yang semestinya. Hal ini justru akan berdampak pada terhambatnya nilai investasi yang berujung pada perekonomian yang tidak meningkat secara signifikan, melainkan mandek (dalam arti : terhambat) dan akan menimbulkan masalah sosial baru. Dalam penerapan good corporate governance perlu dipahami pengertian mendasar atas prinsip-prinsip
yang diaturnya.
Prinsiip penerapan good corporate governance dalam lingkungan perusahaan, sebagaimana disebutkan terdahulu mengandung empat prinsip utama, yakni : keadilan (fairness), keterbukaan (transparancy), akuntabilitas (accountability), dan tanggungjawab (responsibility).
Mengutib dari Forum Good Corporate Governance Indonesia (FCGI), menguraikan prinsi-prinsip tersebut sebagai berikut :
Prinsiip penerapan good corporate governance dalam lingkungan perusahaan, sebagaimana disebutkan terdahulu mengandung empat prinsip utama, yakni : keadilan (fairness), keterbukaan (transparancy), akuntabilitas (accountability), dan tanggungjawab (responsibility).
Mengutib dari Forum Good Corporate Governance Indonesia (FCGI), menguraikan prinsi-prinsip tersebut sebagai berikut :
a. Fairness (Kewajaran)
Perlakuan yang sama terhadap pemegang saham, terutama kepada para pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan infomasi (information disclosure) yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dalam perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading). Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan membuat peraturan korporasi yang melindungi kepentingan saham minoritas, membuat pedoman perilaku perusahaan (corporate conduct) dan atau kebijakan-kebijakan yang melindungi korporasi terhadap perbuatan buruk orang dalam (self dealing), dan konflik kepentingan, menetapkan peran dan tanggungjawab Dewan Komisaris, Direksi, Komite, termasuk sistem renumerasi, menyajikan informasi secara wajar/pengungkapan penuh material apapun, mengedepankan equal job opportunity.
b. Disclosure/Transparancy (Keterbukaan)
Hak-hak pemegang saham, yang harus diberikan infomrasi dengan benar dan tepat waktu mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam mengambil keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar dari perusahaan dan turut memperoleh bagian dari perusahaan. Prinsip pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta para pemegang kepentingan (stakeholders) diwujudkan antara lain dengan mengembangkan sistem akuntansi (accounting system) yang berbasiskan standar akuntansi dan best practices yang menjamin adanya laporan keunagna dna pengungkapan yang berkwalitas, mengembangkan Information Tehnology (IT) dan Management Information System (MIS) untuk menjamin adanya pengukuran kinerja yang memadai dua proses pengambilan keputusna yang efektif oleh Dewan Direksi dan Komisaris, megnembangkan enterprise risk management yang memastikan bahwa semua resiko signifikan telah diidentifikasi, diukur, dan dapat dikelola pada tingkat toleransi yang jelas, mengumumkan jabatan yang kosong secara terbuka.
c. Accountability (Akuntabilitas)
Tanggungjawab manajemen melalui pengawasan yang efektif (efective oversight) didasarkan atas balance of power antara manajemen, pemegang saham, dewan komisaris, dan auditor.
Merupakan bentuk pertanggungajawaban manajemen kerja kepada pemegang saham dan kepada perusahaan (RUPS). Prinsip ini dwujudkan dalam bentuk penyiapan laporan keuangan (financial satement) pada tepat waktu dan dengan cara yang benar, mengembangkan komite audit sebagai mitra bisnis untuk mendukung fungsi pengawasan oleh Dewan Komisaris, mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi internal audit sebagai mitra bisnis strategik berdasarkan best practices (bukan sekedar audit). Transpormasi menjadi risk based audit, menjaga manajemen kontrak yang bertanggungjawab dan menangani pertentangan (dispute), penegakan hukum (sistem penghargaan dan sanksi), penggunaan eksternal auditor yang memenuhi syarat (berbasis profesional).
d. Responsibility (Responsibilitas)
Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerjasama yang aktif antar perusahaan serta para pemegang kepentingan dalam mencipkatan kekayaan, lapangan pekerjaan dan perusahaan yang sehat dair aspek keuangan. Ini merupakan tanggungajwab korporasi sebagai anggota masyarakat yang tunduk kepada hukum dan bertindak dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan masyarakat sekitarnya.
Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan konsekwensi logis dari adanya kewenangan, menyadari akan adanya tanggungjawab sosial, menyadari profesional dan menjunjung etika, memelihara lingkungan bisnis yang sehat.
Selanjutnya, dari uraian masing-masing prinsip diatas, ada baiknya penulis kemukakan pendapat J. Mark Mobius yang mengemukakan beberapa aspek penting untuk memastikan kinerja manajemen yang efektif dalam pererapan good corporate governance, antara lain :
1. Akuntabilitas (accountability), menurutnya dan yang paling utama pada bagian ini adalah berkenaan dengan masalah nilai, yang termasuk didalamnya aspek responsibilitas. Lebih lanjut lagi disampaikan olehnya Credit Lyonnais Securites Asia (CSLA), dalam penelitiannya mengenai good corporate governance yang berkembang di pasar, telah digunakan beberapa variabel untuk menilai tingkat akuntabilitas, yang antara lain adalah :
a. independece and non-executive nature of board members ;
b. presence of more than half non-executive board members ;
c. presence of foreign nationals on the board ;
d. occurrence of regular full board meeting (once a quarter) ;
e. pportunity for the members to “exercise effective quarter” ;
f. presence of audit committee.
2. Transparansi (transparancy), secara umum dijabarkan bahwa transparansi yang semestinya seharusnya memuat hal-hal sebagai berikut :
a. adoption of accurate accounting methods ;
b. full and prompt disclosure of information relating to the company;
c. timely disclosure of information ;
d. disclosure of conflicts of interest of the directors or majority shareholders ; and,
e. adequate advance notice of meeting and voting so shareholders may prepare.
3. Upaya perlindungan kepada penanam modal minoritas (minority investor protection measures), pada butir ini secara prinsip titik beratnya menyangkut transparansi dan akuntabilitas yang dipandang masih kurang memadai tanpa di dukung oleh upaya kongkrit terhadap penanam modal minoritas yang seringkali diperlakukan secara tidka adil dalam prakteknya di Indonesia.
4. Pemberlakuan perangkat hukum (enforced regulations), instrumen ini merupakan langkah efektif untuk impelementasi pemberlakuan good corporate governance dalam rangka pencapaian kunci sukses di sebuah negara. Dengan kata lain, masing-masing negara yang telah meratifikasi prinsip good corporate governance seharusnya menyadari komitmennya untuk menerapkan kebijakan-kebijakan yang konprehensif dalam bentuk penegakan peraturan, yang merupakan jaminan terselenggaranya prinsip yang dimaksud. Sedangkan, faktor lain yang perlu ditegaskan dan dilaksanakan adalah berkaitan dengan sanksi peraturan (hukum) dalam hal terjadinya pelanggaran-pelanggaran prinsip tersebut.
B. Keberadaan Komite Audit dalam Organ Perseroan Terbatas,
Menuju good Corporate Governance
Menurut prinsip dalam pedoaman good corporate governance ditegaskan : “Dewan Komisaris weajib membentuk komite audit yang beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan Komisaris. Dewan Komisaris dapat meminta kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman dan kwalitas lain yang dibutuhkan, untuk duduk sebagai anggota komite audit guna mencapai tujuan komite audit. Komite Audit harus bebas dari pengaruh Direksi, external auditor dan dengan demikian hanya bertanggungjawab kepada Dewan Komisaris”.
Mencermati prinsip dasar tersebut diatas, memberikan pemahaman bahwa Komite Audit harus independence untuk memberikan penilaian secara fair, terlepas dari adanya salah satu Dewan Komisaris yang duduk sebagai komite audit. Dalam konteks ini pula Komite Audit berada dibawah Dewan Direksi yang juga bertanggungjawab kepada Dewan Direksi. Namun demikian, adanya Komite Audit ini dalam praktek belum mempunyai landasan hukum yang kuat. Sehingga untuk mengakomodasi hal yang demikian, dibutuhkan instrumen hukum (dalam arti UU Perseroan) yang mengatur secara tegas hal yang demikian. Oleh karena itu, diperlukannya pembaharuan UU perseroan agar mengatur hal yang demikian.
Secara yuridis normatif UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan belum mengatur perihal Komite Audit tersebut. Kalaupun dapat dipaksakan, maka keberadaan Komite Audit hanya mempunyai dasar pembentukan. Sebagaimana pasal 94 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa : “Perseroan memiliki Komisaris yang wewenang dan kewajibannya ditetapkan dalam anggaran dasar.
Dari ketentuan diatas, meskipun tidak menyatakan secara tegas keberadaan Komite Audit, maka dapat dijadikan dasar untuk pembentukannya, kemudian dalam penjabarannya agar dapat diatur secara lebih rinci tentang keberadaan Komite Audit, setiap perusahaan dapat mencantumkan atau mengaturnya dalam anggaran dasar perusahaan.
Berdasarkan fakta diatas, maka disatu sisi keberadaan Komite Audit, masih terbatas dan tergantung pada itikad baik (good faith) perusahaan. Sedangkan disi lain, Komite Audit tersebut berdasarkan prinsip good corporate governance merupakan hal yang utama dalam rangka pencapaian asas akuntabilitas suatu perseroan, sehingga dapat diketahui oleh publik, khususnya pemerintah selaku pihak yang menciptakan regulasi investasi.
Persoalan lain yang perlu diatur secara tegas adalah menyangkut independensi komite audit dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, halmana dimasukkannya salah satu anggota Dewan Komisaris untuk duduk sebagai Komite Audit. Yang tentu akan membawa dampak tersendiri terhadap anggota Direksi dlaam menjalankan tugasnya. Karena, bagaimanapun fakta membuktikan bahwa selama ini ambruknya perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak semata-mata akibat dari ulah Direksi perseroan, melainkan juga ditentukan oleh terlalu campur tangannya anggota Dewan Komisaris terhadap Direksi dalam menjalankan perseroan. Kiranya perlu ditegaskan kembali, pengaturan tentang siapa saja yang dapat menjadi anggota Komite Audit, serta tidak direkrut dari Dewan Komisaris. Sangatlah riskan apabila dimasukkannya anggota Dewan Komisaris dalam suatu Komite Audit.
Komite Audit untuk dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya dengan baik, maka tentulah dibutuhkan orang-orang yang mempunyai keahlian dibidang audit, milsanya : audit keuangan (akuntan pulbik), audit hukum (legal audit dalam hal ini konsultan hukum), dan berbagai keahlian lain yang menunjang.
Selanjutnya, menurut pedoman good corporate governance yang menjadi tugas dan tanggungajwab Komite Audit, antara lain :
1. mendorong terbentuknya sistem pengawasan yang memadai ;
2. meningkatkan kwalitas keterbukaan laporan keuangan yang memadai;
3. mengkaji ruang lingkup dan kettepatan eksternal audit, kewajaran biaya eksternal audit dan kemandirian serta objektivitas eksternal audit;
4. mempersiapkan surat yang menguraikan tugas dan tanggungjawab Komite Audit selama tahun buku yang diperiksa oleh internal audit, surat tersebut harus disertakan dalam setiap laporan yang deisampaikan kepada para pemegang saham.
Menurut Keputusan Meteri BUMN No. Kep-103/2002, yang menjadi tugas dan tanggungajwab Komite Audit, antara lain :
1. Menilai pelaksanaan audit dan hasilnya ;
2. Memberikan rekomendasi tentang penyempurnaan ;
3. Sistem pengendalian manajemen perusahaan pelaksanaannya ;
4. Memastikan telah terdapat prosedur review yang memadai tehadap infomasi yang dikeluarkan BUMN ;
5. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diperhatikan Komisaris dan Dewan Pengurus ;
6. Melaksanakan tugas lain dalam lingkup tujuan dan kewajiban Komisaris.
Berdasarkan prinsip-prinsip diatas, maka dalam hubungannya dengan prinsip keterbukaan dalam good corporate governance akan dapat dicapai. Penciptaan prinsip keterbukaan terletak pada tugas Komite Audit untuk mendorong terbentuknya struktur yang memadai dan meningkatkan kwalitas keterbukaan laporan keuangan. Dalam prakteknya Komite Audit akan memberikan pengawasan internal dari pelaporan keuangan yang terbukan kepada Dewan Komisaris. Dan disini, peranan Komisaris sangat diperlukan untuk memberikan nasehat kepada Dewan Direksi sehubungan dengan operasionalisasi perseroan setelah Dewan Komisaris mendapat laporan dari Komite Audit, hal yang demikian telah diatur dalam pasal 97 UU No. 1 Tahun 1995.
C. Fungsi Pengawasan Yang Dilakukan Komisaris Dalam
Menurut prinsip dalam pedoaman good corporate governance ditegaskan : “Dewan Komisaris weajib membentuk komite audit yang beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan Komisaris. Dewan Komisaris dapat meminta kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman dan kwalitas lain yang dibutuhkan, untuk duduk sebagai anggota komite audit guna mencapai tujuan komite audit. Komite Audit harus bebas dari pengaruh Direksi, external auditor dan dengan demikian hanya bertanggungjawab kepada Dewan Komisaris”.
Mencermati prinsip dasar tersebut diatas, memberikan pemahaman bahwa Komite Audit harus independence untuk memberikan penilaian secara fair, terlepas dari adanya salah satu Dewan Komisaris yang duduk sebagai komite audit. Dalam konteks ini pula Komite Audit berada dibawah Dewan Direksi yang juga bertanggungjawab kepada Dewan Direksi. Namun demikian, adanya Komite Audit ini dalam praktek belum mempunyai landasan hukum yang kuat. Sehingga untuk mengakomodasi hal yang demikian, dibutuhkan instrumen hukum (dalam arti UU Perseroan) yang mengatur secara tegas hal yang demikian. Oleh karena itu, diperlukannya pembaharuan UU perseroan agar mengatur hal yang demikian.
Secara yuridis normatif UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan belum mengatur perihal Komite Audit tersebut. Kalaupun dapat dipaksakan, maka keberadaan Komite Audit hanya mempunyai dasar pembentukan. Sebagaimana pasal 94 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa : “Perseroan memiliki Komisaris yang wewenang dan kewajibannya ditetapkan dalam anggaran dasar.
Dari ketentuan diatas, meskipun tidak menyatakan secara tegas keberadaan Komite Audit, maka dapat dijadikan dasar untuk pembentukannya, kemudian dalam penjabarannya agar dapat diatur secara lebih rinci tentang keberadaan Komite Audit, setiap perusahaan dapat mencantumkan atau mengaturnya dalam anggaran dasar perusahaan.
Berdasarkan fakta diatas, maka disatu sisi keberadaan Komite Audit, masih terbatas dan tergantung pada itikad baik (good faith) perusahaan. Sedangkan disi lain, Komite Audit tersebut berdasarkan prinsip good corporate governance merupakan hal yang utama dalam rangka pencapaian asas akuntabilitas suatu perseroan, sehingga dapat diketahui oleh publik, khususnya pemerintah selaku pihak yang menciptakan regulasi investasi.
Persoalan lain yang perlu diatur secara tegas adalah menyangkut independensi komite audit dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, halmana dimasukkannya salah satu anggota Dewan Komisaris untuk duduk sebagai Komite Audit. Yang tentu akan membawa dampak tersendiri terhadap anggota Direksi dlaam menjalankan tugasnya. Karena, bagaimanapun fakta membuktikan bahwa selama ini ambruknya perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak semata-mata akibat dari ulah Direksi perseroan, melainkan juga ditentukan oleh terlalu campur tangannya anggota Dewan Komisaris terhadap Direksi dalam menjalankan perseroan. Kiranya perlu ditegaskan kembali, pengaturan tentang siapa saja yang dapat menjadi anggota Komite Audit, serta tidak direkrut dari Dewan Komisaris. Sangatlah riskan apabila dimasukkannya anggota Dewan Komisaris dalam suatu Komite Audit.
Komite Audit untuk dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya dengan baik, maka tentulah dibutuhkan orang-orang yang mempunyai keahlian dibidang audit, milsanya : audit keuangan (akuntan pulbik), audit hukum (legal audit dalam hal ini konsultan hukum), dan berbagai keahlian lain yang menunjang.
Selanjutnya, menurut pedoman good corporate governance yang menjadi tugas dan tanggungajwab Komite Audit, antara lain :
1. mendorong terbentuknya sistem pengawasan yang memadai ;
2. meningkatkan kwalitas keterbukaan laporan keuangan yang memadai;
3. mengkaji ruang lingkup dan kettepatan eksternal audit, kewajaran biaya eksternal audit dan kemandirian serta objektivitas eksternal audit;
4. mempersiapkan surat yang menguraikan tugas dan tanggungjawab Komite Audit selama tahun buku yang diperiksa oleh internal audit, surat tersebut harus disertakan dalam setiap laporan yang deisampaikan kepada para pemegang saham.
Menurut Keputusan Meteri BUMN No. Kep-103/2002, yang menjadi tugas dan tanggungajwab Komite Audit, antara lain :
1. Menilai pelaksanaan audit dan hasilnya ;
2. Memberikan rekomendasi tentang penyempurnaan ;
3. Sistem pengendalian manajemen perusahaan pelaksanaannya ;
4. Memastikan telah terdapat prosedur review yang memadai tehadap infomasi yang dikeluarkan BUMN ;
5. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diperhatikan Komisaris dan Dewan Pengurus ;
6. Melaksanakan tugas lain dalam lingkup tujuan dan kewajiban Komisaris.
Berdasarkan prinsip-prinsip diatas, maka dalam hubungannya dengan prinsip keterbukaan dalam good corporate governance akan dapat dicapai. Penciptaan prinsip keterbukaan terletak pada tugas Komite Audit untuk mendorong terbentuknya struktur yang memadai dan meningkatkan kwalitas keterbukaan laporan keuangan. Dalam prakteknya Komite Audit akan memberikan pengawasan internal dari pelaporan keuangan yang terbukan kepada Dewan Komisaris. Dan disini, peranan Komisaris sangat diperlukan untuk memberikan nasehat kepada Dewan Direksi sehubungan dengan operasionalisasi perseroan setelah Dewan Komisaris mendapat laporan dari Komite Audit, hal yang demikian telah diatur dalam pasal 97 UU No. 1 Tahun 1995.
C. Fungsi Pengawasan Yang Dilakukan Komisaris Dalam
Pelaksanaan Good Corporate Goernance
Fungsi pengasawan yang dilakukan oleh Komisaris terhadap Dewan Direksi dalam rangka pelaksanaan prinsip good corporate governance, meliputi :
Fungsi pengasawan yang dilakukan oleh Komisaris terhadap Dewan Direksi dalam rangka pelaksanaan prinsip good corporate governance, meliputi :
1. Audit Keuangan
Pengawasan dalam bidang keuangan selalu menempati posisi sentral dalam setiap perusahaan, halmana pengawasan dalam bentuk ini dapat berupa : perhitungan laba-rugi (neraca keuangan), penilaian aset-aset perusahaan (dalam bentuk : saham, obligasi, dan surat-surat berharga lain ayng dimiliki oleh perseroan), perpajakan (pajak penjualan, pajak penghasilan dan pajak lain yang dimiliki perseroan). Khusus pengawasan di bidang perpajakan, dengan pembayaran pajak yang berkala dan tetap waktu tentu akan membawa dampak perekonomian terhadap negara, dan laporan pembukuan yang transparan, akan membentuk image perusahaan yang baik, sehingga akan berdampak pada arus investasi yang akan masuk dan keluar. Oleh karena itu, disinilah audit atas cash flow diperlukan untuk memonitor tingkat kesehatan keuangan perusahaan.
2. Audit Organisasi
Pengawasan terhadap struktur organisasi, hubungan antara pemimpin bentuk dan besarnya struktur organisasi, harus selalu disesuaikan dengan tingkat kebutuhan perseroan. Pengawasan di bidang organisasi perseroan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya tindakan pemanfaatan perseroan sebagai sarana perbuatan melawan hukum yang bertujuan untuk kepentingan pribadi, bukan kepentingan perseroan. Disinilah manfaat asas piercing the corporate veil dalam penerapan good corporate governance sangat besar dari sudut pengawasan pemerintah terhadap organisasi perseroan. Bila akan diambil suatu kebijakan untuk membentuk suatu bagian tertentu dari perseroan, harus kemanfaatan dan analisis biaya (cost-benefit analyst).
3. Audit Personalia
Pengawasan terhadap personalia, penentuan kriteria untuk mendapatkan personal yang memenuhi kwalifikasi sebagaimana yang dibutuhkan perseroan. Meskipun Direktur berwenang untuk mencari sumber daya manusia (SDM), namun secara selektif dapat diterapkan pedoman umum, seperti : fiduciary duties, duties of loyality, duties of skill, duties of care, dan duties to act lawfully.
IV. Penutup
Berdasarkan uraian diatas, disimpulkan beberapa pokok pemahaman tentang GCG yang berkaitan dengan topik permasalahan yang dibahas, yakni:
1. Good Corporate Governance (GCG) merupakan tata kelola perusahaan yang terdiri dari empat prinsip, yakni : keadilan (fairness), keterbukaan (transparancy), akuntabilitas (accountability), dan tanggungjawab (responsibility).
2. Manfaat penerapan GCG adalah upaya pembangunan prinsip-prinsip ekonomi yang kokoh sebagai landasan terciptanya kesinambungan pembangunan, sehingga mutlak dibutuhkan, khususnya penerapan GCG terhadap perseroan yang berbasis hukum Indonesia.
3. Penerapan prinsip GCG berkaitan erat dengan fleksibilitas manajemen ekonomi dalam tingkat perusahaan (perseroan) yang secara dasriah merupakan sub-sistem pembangunan ekonomi Negara secara nasional.
Jakarta akhir 2006,
Penulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar