STUDI KOMPARATIF ANTARA UU NO. 1 TAHUN 1995 DENGAN
UU NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DALAM
DIMENSI HUKUM PERUSAHAAN
By. Agus Pranki Pasaribu, S.H.
I. Pendahuluan
Disahkan dan diundangkannya UU No. 40 tahun 2007 sebagai pengganti atas UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseran Terbatas merupakan dimensi baru dalam hukum perusahaan di Indonesia. Disamping itu, terjadinya perubahan hukum perseroan terbatas bukan saja semata-mata karena persoalan tehnis yuridis hukum belaka, namun lebih dari itu, UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan semangat globalisasi dan kebutuhan pengembangan dunia ekonomi di Indonesia yang beroritentasi kepada pembangunan berkelanjutan (development country) dan asas kekeluargaan.
Pertimbangan pokok mengenai alasan yuridis terjadinya perubahan atas UU Perseroan Terbatas tersebut dapat ditelusuri dalam UU No. 40 tahun 2007 antara lain menyebutkan : [1]
“b. Bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi di era globalisasi pada masa mendatang, perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif ;
c. Bahwa perseroan terbatas serbagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ;
d. Bahwa Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru”.
Sejalan dengan pertimbangan sebagaimana dikutib diatas, maka tujuan pokok yang menjadi politik hukum daripada UU No. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas dapat dicermati pada ketentuan umum penjelasan pasal demi pasal UU No. 40 tahun 2007 yang menyatakan :
“Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.....dst”.
Lebih lanjut UU No. 40 tahun 2007 berturut-turut menyatakan pula :
“... serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) menuntut penyempurnaan Undang-UndangNo. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas ...dst”.
“Dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat untuk memperoleh layanan yang cepat, Undang-undang ini mengatur tata cara :
1. Pengajuan permohonan dan pemberian pengesahan status badan hukum ;
2. Pengajuan permohonan dan pemberian persetujuan perubahan anggaran dasar ;
3. Penyampaian pemberithauan dan penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar dan/atau pemberithauan dan penerimaan pemberitahuan perubahan data lainnya, yang dilakukan melalui jasa tehnologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik disamping tetap dimungkinkan menggunakan sistem manual dalam keadaan tertutup”.
Disamping hal-hal diatas, UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menegaskan pula pilar utama lainnya yang menjadi politik hukum UU perseroan terbatas, yaitu :
“Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang bertujuan mewujdukan oembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi perseroan itu sendiri, komunitas setempat, dan masyarakat pada umumnya....dst.
Undang-Undang ini mempertegas ketentuan mengenai pembubaran, likuidasi, dan berakhirnya status badan hukum Perseroan dengan memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, secara umum terdapat perbedaan nyata antara UU No. 1 tahun 1995 dengan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Perbedaan itu terutama dikarenakan dimasukkannya persfektif globalisasi sebagai kerangka hukum dalam perusahaan nasional sebagai wujud pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, adanya perbedaan muatan materi pasal undang-undang yang diatur akan ber-implikasi terhadap praktek pelaksanaan hukum perusahaan di Indonesia, baik tehnis-yuridis maupun formalitas penerapan.
Sesuai dengan judul yang diangkat dalam tulisan ini, maka pembahasan dalam makalah ini menitiberatkan pada kajian deskriktif. Pembahasan akan menggambarkan perbandingan normatif hukum dalam dimensi hukum perusahaan antara UU No. 1 tahun 1995 dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
II. Dimensi Hukum UU No. 1 tahun 1995
Perseroan Terbatas adalah badan hukum (legal entity) yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Sebelum lahirnya UU No. 1 tahun 1995, landasan awal pengaturan perseroan terbatas dapat ditemukan pada pasal 36 KUHD, namun KUHD hanya menyinggung perseroan tidak dibawah nama bersama dan nama perseroan tidak boleh dipakai dalam perseroan, tetapi tujuan perseroan.[2] Selain itu ada pula yang menyebutkan bahwa perseroan terbatas merupakan badna hukum mandiri (persona standi in judicio) yang memiliki sifat dan ciri kualitas yang berbeda dari bentuk usaha yang lain,[3] yang dikenal sebagai karakteristik suatu PT.[4]
Oleh karena itu, pengertian perseroan terbatas pertama sekali secara yuridis normatif ditemukan dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 1 tahun 1995. Dalam UU No. 1 tahun 1995 juga mengatur tentang organ perseroan yang terdiri dari 3 organ, yaitu : [5] Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Komisaris. Dari ketiga alat perlengkapan tersebut, hanya RUPS merupakan organ perseroan yang mempunyai kekuasaan tertinggi di dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada organ perseroan lainnya.[6]
Disahkannya UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang merupakan peraturan yang mencabut ketentuan pasal 36-56 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang mengatur tentang Perseroan Terbatas dan berikut segala perubahnnya, yaitu yang terkandung dalam Undang Undang No. 4 tahn 1971 dan Stb No. 569 dan No. 717 tahun 1939 tentang Ordonansi Maskapai Andil Indonesia.[7]
Sedangkan penyempurnaan UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas menjadi UU No. 40 tahun 2007 sendiri, sebenarnya didasarkan pada lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan baru dibdiang ekonomi setelah pasca reformasi bergulir. Lahirnya produk hukum baru dibidang ekonomi tersebut menimbulkan ketidaksinkronan, sehingga atas dasar hal tersebut, maka pemerintah melalui lembaga legislatif mengundangkan UU No. 40 tahun 2007.
Lahirnya undang-undang perekonomian pasca reformasi dapat dilihat, seperti Undang Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, Undan-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, serta berkembangnya tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang cepat dan sederhana serta menjamin kepastian hukum perlu penyederhanaan dan penyempurnaan prosedur pengesahaan perseroan terbatas dan prosedur permohonan perseroan terbatas.[8]
Segemen pengaturan hukum perusahaan dalam UU No. 1 tahun 1995 mengatur mekanisme sebagai berikut :
a. Pendirian, Anggaran Dasar, Pendaftaran dan pengumuman ;
b. Modal dan Saham ;
c. Perlindungan Modal dan Kekayaan Saham ;
d. Penambahan Modal ;
e. Laporan Tahunan dan Penggunaan Laba ;
f. Rapat Umum Pemegang Saham ;
g. Direksi dan Komisaris ;
h. Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan ;
i. Pemeriksaan Terhadap Perseroan ;
j. Pembubaran Perseroan dan Likuidasi ;
k. Ketentuan Peralihan, Lain-lain dan Penutup.
Pengaturan hukum secara khusus dalam bidang tertentu berkenaan dengan perusahaan dapat juga ditemukan dalam bunyi pasal-pasal UU No. 1 tahun 1995, seperti :
a. Perlindungan saham minoritas, sebagiamana bunyi pasal 54 ayat (2) Jo. Pasal 85 ayat (3) Jo. Pasal 98 ayat (2) UUPT ;
b. Tanggung jawab terbatas para pemegang saham, anggota direksi dan Komisaris, sebagiamana pasal 3 ayat (1) Jo. Pasal 85 ayat (1) UUPT ;
Namun demikian. Pertanggung jawaban terbatas tersebut tidaklah mutlak.[9] Dalam keadaan tertentu tanggung jawab terbatas tersebut tidak berlaku karena ada pengecualian. Disini terlihat bahwa UUPT menganut prinsip piercing the corporate veil, yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai menyingkap tabir perseroan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tanggung jawab terbatas pemegang saham (juga pengurus/direksi dan komisaris) dapat menjadi tidak terbatas, dalam hal-hal tertentu.[10] Dalam hal-hal tertentu tidak tertutup kemungkinan bahwa tanggung jawab terbatas pemegang saham bisa hapus. “Hal-hal tertentu” tersebut maksudnya antara lain apabila terbukti bahwa terjadi pembauran harta kekayaan pribadi pemegang saham dengan harta kekayaan perseroan, sehingga perusahaan atau PT, didirikan hanya semata-mata sebagai alat yang dipergunakan oleh pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadi.[11]
Dengan kata lain, UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas telah menganut asas “penerobosan cadar perseroan” dalam kerangka tanggung jawab hukum perusahaan manakala timbulnya sengketa, jika merujuk pada perumusan pasal 3 ayat (1) Jo. Pasal 85 ayat (1) UUPT.
III. Dimensi Hukum UU No. 40 tahun 2007
Sesuai dengan arahan GBHN 1993-1998 bahwa pembangunan hukum harus dapat menghasilkan produk hukum nasional yang bersumber pada Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, yang mampu mengatur tugas umum pemerintah dan penyelenggaraan pembangunan nasional. Sehubungan dengan itu, pembangunan terhadap materi hukum sebagai salah satu aspek pembangunan hukum diarahkan pada penyusunan produk hukum baru atau pembaharuan hukum yang sudah ada yang sangat dibutuhkan untuk mendukung pemabngunan di segala bidang, khususnya pembangunan di bidang ekonomi.[12]
Agar perseroan terbatas dapat melakukan fungsinya dengan baik sesuai dengan peranannya, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah penataan kembali terhadap peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas.[13] Atas dasar kebutuhan hukum sebagai landasan dalam pembangunan ekonomi, maka disahkan dan diundangkan UU No. 40 tahun 2007 sebagai pengganti undang-undang yang lama dalam hal ini UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Dismaping kenyataan diatas, lahirnya UU No. 40 tahun 2007 juga dimaksudkan untuk mensinkronkan berbagai konvensi internasional di bidang perdagangan dan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Dalam kancah internasional, Indonesia yang telah bergabung dalam World Trade Organization (WTO) telah mewujudkan dimensi baru transplantasi hukum melalui rativikasi hukum, seperti : UU Pencucian Uang, Hak atas Kekayaan Intelektual, dan termasuk UU Perseroan Terbatas yang baru.
Adanya pencabutan keberlakuan UU No. 1 tahun 1995 yang digantikan oleh UU No. 40 tahun 2007 membuktikan bahwa sebagian besar materi yang dimuat didalamnya merupakan hal-hal baru dalam hukum perusahaan di Indonesia. Namun, perubahan tersebut secara prinsip tidak mengubah ajaran hukum, filsafat hukum, teori hukum, dan doktrin hukum yang terdapat dalam UUPT No. 1 tahun 1995, seperti tentang Piercing Corporate Veil, Fiduciary Duty, Standart of care, self dealing transaction, doctrine corporate opportunity, invravires and ultravires, doctrine business judgment rule, derivative action, dan lain-lainnya.[14]
Dimensi hukum UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas secara spesifik secara garis besar sebagai berikut :
a. Pendirian, Anggaran Dasar, dan perubahan Anggaran Dasar, Daftar Perseroan dan Pengumuman ;
b. Modal dan Saham ;
c. Rencana Kerja, Laporan Tahunan dan Penggunaan Laba ;
d. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan ;
e. Rapat Umum Pemegang Saham ;
f. Direksi dan Dewan Komisaris ;
g. Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan Pemisahan ;
h. Pemeriksaan Terhadap Perseroan ;
i. Pembubaran, Likuidasi, dan Berakhirnya Status Badan Hukum Perseroan ;
j. Biaya ;
k. Ketentuan Lain ;
l. Ketentuan Peralihan ; dan
m. Ketentuan Penutup.
Berdasarkan uraian diatas, jika dicermati maka terdapat dimensi hukum baru yang dianut dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dimensi hukum baru dimaksud berkenaan dengan pengaturan dan penegasan dalam hal :
1. Tanggung Jawab Sosial Perseroan (Corporate Social Responsibility).
2. Berakhirnya status hukum dari badan hukum perseroan ;
3. Pertanggung jawaban intern organ perseroan (Direksi, Dewan Komisaris, dan RUPS).
IV. Perbandingan Hukum UU No. 1 tahun 1995 Vs. UU No. 40 tahun 2007
UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas memuat 129 Pasal yang terdiri dari 12 Bab. Perseroan Terbatas yang dahulu dikenal sebagai “Naamloze Veenootschap” (NV) merupakan dimensi hukum baru sejak berlakunya UU No. 1 thaun 1995 sebagaimana diubah dengan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dikatakan baru karena pengaturan dimensi hukum perseroan terbatas di dalam KUHD tidak mencerminkan spesifik karakteristik perseroan terbatas. Oleh karena itu, meskipun UU No. 40 tahun 2007 bersifat menggantikan UU No. 1 tahun 1995 namun melihat historisnya, maka analisis yang dapat dikemukakan bahwa lahirnya UU No. 40 tahun 2007 diawali dengna UU No. 1 ahun 1995.
Untuk dapat mengetahui perbedaan prinsip pengaturan dimensi hukum mengenai perseroan terbatas dalam UU No. 1 tahun 1995 dengan UU No. 40 tahun 2007, maka dipaparkan pasal-pasal yang mengaturnya sebagai berikut :
1. Penyederhanaan Anggaran Dasar Perseoan. Pada pokoknya, anggaran dasar perseroan yang baru tidak hanya “menyalin” apa yang sudah diatur dalam UU No. 1 tahun 1995. Artinya, anggaran dasar perseroan hanya memuat hal-hal yang dapat diubah atau ditentukan oleh pemegang saham (pendiri). Yang sudah merupakan aturan baku, tidak dituangkan lagi dalam anggaran dasar perseroan, Contohnya : kewajiban untuk mendapatkan persetujuan RUPS, dalam hal menjaminkan asset perseroan yang jumlahnya merupakan sebagian besar harta kekayaan perseroan dalam 1 tahun buku (pasal 102) ;
2. Proses pengajuan pengesahan, pelaporan dan pemberitahuan melalui sistem elektronik yang diajukan pada Sistem Administrasi Badan Hukum (yang dalam istilah Depkeh FIAN 1 (untuk pendirian), FIAN 2 (untuk perubahan anggaran dasar yang membutuhkan pelaporan, FIAN 3 (untuk perubahan anggaran dasar yang hanya membutuhkan pemberitahuan) ;
3. RUPS dimungkinkan untuk dilaksanakan secara teleconference, tapi tetap harus mengikuti ketentuan panggilan Rapat sesuai UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Terdapat jangka waktu tertentu yang membatasi, misalnya: untuk melakukan pemesanan nama (60 hari), pengajuan pengesahan (60 hari), pengajuan berkas (30 hari), pengesahan Menteri Kehakiman (14 hari) ;
4. Pengajuan pengesahan perseroan harus dilakukan dalam waktu 60 hari, apabila lewat, maka akta pendirian menjadi batal dan perseroan menjadi bubar (ps. 10 ayat 1 & ayat 9) berlaku juga untuk pengajuan kembali (ayat 10) ;
5. Notulen Rapat di bawah tangan, wajib di tuangkan dalam bentuk akta notaris dalam jangka waktu maksimal 30 hari sejak ditanda-tangani. Jika dalam waktu tersebut tidak diajukan, maka Notulen tersebut tidak berlaku (harus di ulang) ;
6. Saham dengan hak suara khusus tidak ada, yang ada hanyalah saham dengan hak istimewa untuk menunjuk Direksi/Komisaris ;
7. Direksi atau Komisaris wajib membuat Rencana Kerja yang disetujui RUPS sebelum tahun buku berakhir. Perubahan Direksi/komisaris atau pemegang saham bukan merupakan perubahan AD, jadi sekarang diletakkan pada akhir akta ;
8. Perubahan anggaran dasar dari pereroan biasa menjadi perseroan terbuka atau go public (pasal 25 ayat 1), efektif sejak pernyataan pendaftaran yang diajukan kepada lembaga pengawas pasar modal atau pada saat penawaran umum jika dalam waktu 6 (enam) bulan tidak dilaksanakan, maka statusnya otomatis berubah menjadi perseroan tertutup kembali ;
9. Khusus untuk perpanjangan jangka waktu berdirinya perseroan harus diajukan maksimal 60 hari sebelum tanggal berakhirnya, kalau tidak maka
perseroan tersebut menjadi bubar ;
10. Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha (operating company, bukan hanya berbentuk investment company ;
11. Tanggung jawab perseroan tidak hanya sampai pada Direksi saja, melainkan
sampai dengan komisaris. Komisaris tidak dapat bertindak sendiri. Sehingga, walaupun dalam anggaran dasar disebutkan hanya perlu persetujuan 1 komisaris, maka tetap harus mendapat persetujuan dari seluruh komisaris ;
12. Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk memiliki sendiri maupun untuk dimiliki Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan (larangan cross holding), pasal 36 UUPT ;
13. Daftar Perusahaan yang dulunya bersifat tertutup, dan tidka terlalu mudah diakses, sekarang terbuka untuk umum (pasal 29 ayat 5) dan pelaksanaannya diselenggarakan oleh Menteri terkait (pasal 29 ayat 1) ;
14. Pengumuman anggaran dasar Perseroan pada Berita Negara RI yang meliputi pendirian dan perubahan anggaran dasar lainnya dilakukan oleh Menteri sedangkan dahulu dilakukan oleh Notaris. (pasal 30 ayat 1).
Selanjutnya, menyangkut pendirian s/d pengesahan perseroan terbatas sebagai badan hukum, antara UU No. 1 tahun 1995 dengan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas diuraikan dalam table matrix sebagai berikut :
| UU No. 1 tahun 1995 | UU No. 40 tahun 2007 | Keterangan |
Pendirian
|
Pasal 7 : (1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang. dibuat dalam bahasa Indonesia (2) Setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan.
|
Pasal 7 : (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku dalam rangka peleburan
| Terkait ketentuan pasal 1 dan 2 tersebut, UU No. 1 tahun 1995 tidak mengatur pendirian dalam hal terjadi- nya peleburan perseroan |
Pengesahan Akta Pendirian
|
Pasal 9 ayat (2) : “Pengesahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah permohonan diterima”.
|
Pasal 10 ayat (1) : a. Permohonan untuk memperoleh keputusan menteri harus diajukan pada menteri paling lama enam puluh hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani ; |
Enam puluh hari yang dimaksud dalam UU No. 40 tahun 2007 dalam rangka pengesahan anggara dasar adalah sejak pendirian ditanda tangani |
Penggunaan Tehnologi
| Pasal 9 ayat (1) :
Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) para pendiri bersama-sama atau kuasanya, mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan Akta Pendirian perseroan.
| Pasal 9 : “Untuk memperoleh keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (4) pendirian bersama-sama mengajukan permohon melalui jasa tehnologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik.
| UU No., 1 tahun 1995 tentang Perse roan Terbatas belum menganut pendaftaran dengan cara elektronik sebagai media, melainkan langsung secara konvensional |
RUPS Pertama |
Tidak menentukan kapan RUPS pertama dilakukan
|
Pasal 14 ayat (5) : “RUPS sebagaimana dimak- sud pada ayat (4) adalah RUPS pertama yang harus diselenggarakan paling lambat enam puluh hari sejak perseroan memperoleh status badan hukum”. |
|
V. Perbedaan Substansi Normatif Lainnya
Selanjutnya dipaparkan pula beberapa perbedaan substansi normatif hukum lainnya yang membedakan antara UU No. 1 tahun 1995 dengan UU No. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, sebagai berikut :
a. Corporate Social Responsibiity (CSR)
Dalam UU No. 40 tahun 2007 telah mengatur tentang corporate social responsibility (CSR) dan masalah lingkungan sebagaimana bunyi ketentuan pasal 74, sedangkan dalam UU No. 1 tahun 1995 belum mengatur sama sekali hal yang demikian.
Ketentuan pasal 74 Undang-undang No 40 yang menyatakan bahwa perusahaan yang menjalankan usahanya dari sumber daya alam harus mempunyai tanggung jawab terhadap masalah sosial dan lingkungan. Hukuman akan dikenakan sebagai akibat pelanggaran pelaksanaannya menurut Undang-undang yang terkait. Dimana secara konsisten, segala biaya yang ditimbulkan sebagai akibat pelanggaran tersebut harus dilaporkan dalam laporan keuangan.[15] Sedangkan dalam UU No. 1 tahun 1995 tidak menyinggung sama sekali tentang adanya CSR, dimana dalam pasal 54 UU No. 1 tahun 1995 sebagaimana dinyatakan dalam kutiban sebagai berikut : [16]
“Dalam pasal 56 hanya disinggung tentang perincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan perseroan. Permasalahan yang timbul tersebut bisa berasal dari dalam dan luar perusahaan, baik yang menyangkut masalah bisnis maupun nonbisnis. Dalam pasal 110 disinggung bahwa pemeriksaan dilakukan jika perseroan dan direksi melakukan pelanggaran hukum dan merugikan stakeholders.Tidak tampak secara jelas tentang tindakan apa yang seharusnya dilakukan perusahaan untuk menunjukkan tanggung jawab sosial terhadap pihak-pihak yang berkepentingan”.
Dalam Pasal 74 diuraikan tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan khususnya bagi perseroan yang usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, yaitu sebagai berikut : [17]
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
(2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatuhan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Dalam ketentuan UU No. 1 Tahun 1995 menentukan bahwa “Rapat Umum Pemegang Saham adalah Organ Perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi ...”. Asas ini dalam UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menjadi ditiadakan, hal ini sebagaimana dapat dilihat jika mencermati ketentuan Pasal 1 angka 4 UU No. 40 tahun 2007 yang menyatakan (dikutib) :
“Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan atau anggaran dasar”.
c. Penyempurnaan Aturan Anggaran Dasar
Penyempurnaan aturan anggaran dasar yang dilakukan oleh UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai berikut :
a. Adanya Kewajiban mencantumkan alamat lengkap Perseroan Terbatas, sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) UUPT .
b. Menarik batas yang tegas mengenai anggaran dasar dan bukan anggaran dasar Perseroan Terbatas, Pasal 8 ayat (1) dan (2) butir a dan b UUPT .
c. Penertiban Prosedur permohonan dengan cara permohonan elektronik dan penetapan batas waktu permohonan pengesahan anggaran dasar Perseroan Terbatas, Pasal 9 dan Pasal 10 jo Pasal 21 UUPT.
d. Penyesuaian UUPT dengan Undang-Undang Jabatan Notaris nomor 30 tahun 2004, yaitu mengenai cara-cara penulisan dengan kuasa yang otentik.
e. Taat Asas “Tanggung-Renteng” dalam Pendirian Perseroan Terbatas, Pasal 13 ayat (4) dan (5), Pasal 14 ayat (1) UUPT.
f. Penertiban batas waktu permohonan perpanjangan jangka waktu berdirinya Perseroan Terbatas, Pasal 22 ayat (1) dan (2) UUPT.
g. Penegasan saat berlakunya perubahan anggaran dasar yang harus diberitahukan kepada Menteri, Pasal 23 (2) UUPT.
h. Penyempurnaan aturan “larangan cross holding” UUPT, Pasal 36 ayat (1), (2), dan (3) UUPT.
i. Penetapan batas waktu maksimum penguasaan saham yang telah dibeli kembali, Pasal 37 ayat(4) UUPT.
j. Penetapan adanya 2(dua) cara penurunan modal, yaitu Penarikan Saham dan Penurunan nilai nominal, Pasal 47 UUPT.
k. Kepastian Hukum tentang Deviden yang tidak diambil dalam waktu 10 tahun untuk masuk kedalam cadangan khusus, Pasal 73 ayat (3) UUPT.
l. Mengenai tempat dan waktu penyelenggaraan Rapat, Pasal 76 dan 77 UUPT.
m. Menetapkan hukum acara untuk penetapan Izin Pengadilan untuk penyelenggaraan RUPS, Pasal 79 UUPT.
n. Prinsip kolektivitas bagi anggota Dewan Komisaris, Pasal 107 ayat (4) UUPT, sehingga Dewan Komisaris tidak lagi bertindak sendiri-sendiri, akan tetapi harus bersama-sama atasnama Dewan Komisaris.[18]
d. Penambahan (dan pengurangan) Aturan Jaminan Saham
Penegasan Jaminan fidusia saham selain Gadai Saham serta Menghapus ketentuan saham atas tunjuk.[19] Oleh karena itu, lahirnya UU No. 40 tahun 2007 telah menegaskan mengenai pemberian jaminan saham sebagai gadai fidusia.
DAFTAR PUTAKA
BUKU :
Chatamarrasjid, “Menyikap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil)”, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000
Gatot Supramono, “Hukum Perseroan Terbatas”, Djambatan, Jakarta, 2009
I.G. Rai Widjaya, “Hukum Perusahaan”, Megapoin, Jakarta, 2000
Jamin Ginting, “Hukum Perseroan Terbatas”, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007
Rachmadi Usman, “Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas”, PT Alumni Bandung, Bandung, 2004
Tri Wididyono, “Direksi Perseroan Terbatas”, Ghalia Indonesia, Bogor, 2008
C.S.T Kansil., Cristine S.T Kansil, “Seluk Beluk Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang No. 40 tahun 2007”, Rineka Cipta, Jakarta, 2009
ARTIKEL :
Hiasinta Yanti Susianti Tan, “Konsekuensi Perubahan Undang-undang Perseroan Terbatas Terhadap Eksistensi Perseroan Terbatas”, Tesis Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2008.
Ketut Budiarhta, “Cara Pandang Undang-Undang RI No. 40 tahun 2007 dan Undang-Undang RI No. 17 tahun 2007 terhadap Corporate Social Responsibility (CSR)”, Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Buletin Studi Ekonomi, Denpasar, Vol. 13 No. 2 tahun 2008.
[1]Lih. pada bagian menimbang UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang disahkan pada tanggal 16 Agustus 2007 sebagiamana Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 Nomor 106. Bandingkan dengan isi yang termaktub pada bagian menimbang UU No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, antara lain menyatakan : “a). bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab (Wetboek-van Koophandel, Staatsblad 1847: 23), sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang semakin pesat baik secara nasionul rnaupun internasional ; b). bahwa disamping bentuk badan hukum Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang' undang Hukum Dagang, hingga saat ini masih terdapat badan hukum lain dalam bentuk Maskapai Andil Indonesia sebagaimana diatur dalam Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonnantie op de Indonesische Maatschappij op Aandeelen, Staatsblad 1939 : 569 jo. 7l7) ; c). bahwa dalam rangka menciptakan kesatuan hukum, untuk memenuhi kebutuhan hukum baru yang dapat lebih memacu pembangunan nasional, serta untuk menjamin kepastian dan penegakan hukum, dualisme pengaturan sebagaimana dimaksud dalam huruf b perlu ditiadakan dengan mengadakan pembaharuan peraturan tentang Perseroan Terbatas ; d). bahwa pembaharuan pengaturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam huruf c, harus merupakan pengejawantahan asas kekeluargaan menurut dasar-dasar demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945...dst”.;
[2]Gatot Supramono, “Hukum Perseroan Terbatas”, Djambatan, Jakarta, 2009, hal. 6
[3]I.G. Rai Wijaya, “Hukum Perusahaan”, Megapoin, Jakarta, 2000, hal 142-143.
[4]Yang dimaksud dengan katakteristik PT sebagai berikut : 1) sebagai asosiasi modal ; 2) kekayaan dan utang PT adalah terpisah dari kekayaan dan utang pemegang saham ; 3) pemegang saham : a. Bertanggung jawab hanya pada apa yang disetorkan, atau tanggung jawab terbatas (limited liability) ; b. Tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan (PT) melebihi nilai saham yang telah diambilnya ; c. Tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibaut atas nama perseroan ; 4) Adanya pemisahan fungsi antara Pemegang Saham dan Pengurus atau Direksi ; 5) Memiliki Komisaris yang berfungsi sebagai pengawas ; 6) Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS.
[5] Ibid., hal. 9
[6] Ibid.
[7] Jamin Ginting, “Hukum Perseroan Terbatas”, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal.1
[8] Ibid., hal. 2
[9] Chatamarrasjid, “Menyikap Tabir Perseroan (Piercing the Corporate Veil)”, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 3
[10]Ibid.
[11]I.G. Rai Widjaya., log.,cit. Hal. 147
[12]Rachmadi Usman, “Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas”, PT. Alumni Bandung, Bandung, 2004, hal. 1.
[13]Ibid.
[14] Tri Widiyono, “Direksi Perseroan Terbatas”, Ghalia Indonesia, Bogor, hal. 17.
[15]Ketut Budiarhta, “Cara Pandang Undang-Undang RI No. 40 tahun 2007 dan Undang-Undang RI No. 17 tahun 2007 terhadap Corporate Social Responsibility (CSR)”, Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Buletin Studi Ekonomi, Vol. 13 No. 2 tahun 2008, Denpasar, Abstract hal. 211.
[16]Ibid. Hal. 213
[17]Ibid
[18]Hiasinta Yanti Susianti Tan, “Konsekuensi Perubahan Undang-undang Perseroan Terbatas Terhadap Eksistensi Perseroan Terbatas”, Tesis Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2008, hal 21
[19] Ibid hal. 23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar